Jumat, 08 April 2011

Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi karbohidrat

Ditinjau dari nilai gizinya, karbohidrat dalam bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
  1. karbohidrat yang dapat dicerna, yaitu monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa dsb); disakarida (sukrosa, maltosa,laktosa) serta pati;.
  2. karbohidrat yang tidak dapat dicerna, seperti oligosakarida penyebab flatulensi (stakiosa, rafinosa dan verbaskosa) serta serat pangan (dietary fiber) yang terdiri dari selulosa, pektin, hemiselulosa, gum dan lignin.
Pengaruh pemanggangan terhadap karbohidrat umumnya terkait dengan terjadinya hidrolisis. Sebagai contoh, pemanggangan akan menyebabkan gelatinisasi pati yang akan meningkatkan nilai cernanya. Sebaliknya, peranan karbohidrat sederhana dan kompleks dalam reaksi Maillard dapat menurunkan ketersediaan karbohidrat dalam produk-produk hasil pemanggangan.

Proses ekstrusi HTST (high temperature, short time) diketahui dapat mempengaruhi struktur fisik granula pati metah, membuatnya kurang kristalin, lebih larut air dan mudah terhidrolisis oleh enzim. Proses tersebut dikenal dengan istilah pemasakan atau gelatinisasi. Karena kondisi kelembaban rendah pada ektruder, gelatinisasi secara tradisional yang melibatkan perobekan (swelling) dan hidrasi granula pati tidak terjadi. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengukur hidrolisis tepung dan pati gandum secara in vitro menggunakan alfa-amilase saliva dan secara in vivo dengan mengukur tingkat glukosa plasma dan insulin tikus percobaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proses ekstrusi membuat pati lebih peka terhadap alfa-amilase bila dibandingkan dengan perebusan.

Kondisi ekstrusi yang ekstrim meningkatkan kadar gula dan insulin dalam plasma lebih epat dibandingkan dengan proses perebusan. Melalui penellitian lain dilaporkan bahwa beberapa hasil hidrolisis pati dihasilkan selama proses ekstrusi. Adanya mono- dan oligosakarida, seperti glukosa, fruktosa, melibiosa, maltosa dan maltriosa membuktikan bahwa polisakarida didegradasi selama proses ekstrusi untuk menghasilkan produk yang lebih mudah dicerna. Selain itu juga diteliti pengaruh ekstrusi terhadap fraksi amilosa dan amilopektin tepung gandum dan singkong. Hasilnya menunjukkan bahwa rantai makromolekul terpecah menjadi dua molekul tersebut, amiloda dan amilopektin, yang diindikasikan dari viskositas, permeasi gel-kromatografi dan berat molekul rata-ratanya.

Perubahan terhadap daya cernanyatidak secara spesifik diukur, tetapi diduga kedua fraksi pati tersebut menjadi lebih mudah dicerna. Selama proses ektrusi juga terjadi pembentukan senyawa kompleks antara amilosa dengan lipida. Pati singkong diekstrusi menggunakan ekstruder twinscrew dengan jumlah dan jenis asam lemak yang bervariasi (C2 hingga C18), monogliserida, emulsifier (calcium stearyl lactylate) dan lemak murni. Kelembaban awal ingredien 22% dan suhu ekstrusi bervariasi antara 200-225oC. Sampel diekstrusi dengan 2% asam lemak C12 atau yang lebih panjang lagi, monogliserida dan emulsifier, terbentuk senyawa kompleks antara fraksi amilosa pati dengan bahan-bahan tersebut.

Kelarutan dalam air senyawa kompleks pati tersebut menurun seiring dengan meningkatnya panjang rantai asam lemak yang dikompleknya. Senyawa kompleks fraksi amilosa tersebut resisten terhadap amilolisis oleh enzim alfa-amilase, sehingga menurunkan daya cerna pati yang banyak mengandung amilosa secara in vitro. Fraksi larut etanol 80% pati kentang yang diekstrusi dengan twin-screw ekstruder menunjukkan peningkatan oligosakarida dengan berat molekul di bawah 2000 seiring dengan meningkatkan temperatur proses.

Hal ini menunjukkan bahwa teknologi ektrusi berpotensi untuk diaplikasikan dalam industri makanan bayi mengingat anak-anak kemungkinan defisiensi enzimenzim yang memecah rantai cabang yang terdapat dalam pati. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa serat pangan terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, pektin, beberapa jenis gum dan getah. Berbagai uji telah diterapkan untuk mengukur serat pangan, termasuk metode penentuan kadar serat kasar secara klasik yang hasilnya biasanya lebih rendah dibandingkan penentuan serat pangan secara enzimatis.

Istilah serat kasar berbeda dengan serat pangan. Serat kasar (crude fiber) merupakan bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan serat kasar seperti 1.25% H2SO4 dan 1.25% NaOH. Sedangkan serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yangtidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu nilai kadar serat kasar biasanya lebih rendah dari serat pangan karena asam sulfat dan natrium hidroksida mempenuyai kemampuan yang lebih besaar dalam menghidrolisis komponen bahan pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan. Serealia dan kulit sekamnya dianggap merupakan sumber serat yang baik.

Oleh karena bahan tersebut banyak mengalami proses pengolahan terutama ekstrusi, maka diperkirakan terdapat pengaruh pengolahan terhadap kandungan seratnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa proses ekstrusi hanya sedikit mempengaruhi kandungan serat dalam bahan pangan yang diuji.

Sumber : Modul e-Learning ENBP, Departemen Ilmu & Teknologi Pangan-Fateta-IPB 2007
Topik 8.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar